SEJARAH PENGADILAN
- Sejarah Peradilan Agama di Indonesia
Masa Sebelum Penjajahan
Sebelum Islam datang ke Indonesia, Indonesia telah ada dua macam peradilan yaitu Peradilan Pradata dan Peradilan Padu. Peradilan Pradata mengurusi perkara-perkara yang menjadi urusan raja, sedangkan Peradilan Padu mengurusi perkara-perkara yang bukan menjadi urusan raja. Dua macam peradilan tersebut muncul akibat pengaruh peradaban Hindu yang masuk ke Indonesia. Hal ini dapat ditelusuri lewat penggunaan istilah “jaksa” yang berasal dari India. Istilah ini pada waktu itu diberikan kepada pejabat yang menjalankan pengadilan.
Dengan masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ketujuh masehi yang dibawa langsung oleh saudagar-saudagar dari Makkah dan Madinah, maka dalam praktek sehari-hari, masyarakat mulai melaksanakan ajaran dan aturan-aturan agama Islam yang bersumber pada kitab-kitab fiqih dan hal ini membawa pengaruh kepada tata hukum di Indonesia.
Dari catatan sejarah, Sultan Agunglah (Raja Mataram) yang pertama kali mengadakan perubahan didalam tata hukum di bawah pengaruh Islam. Perubahan ini pertama-tama diwujudkan khusus dalam nama pengadilan, yang semula bernama PengadilanPradata diganti dengan Pengadilan Surambi. Begitu juga dengan tempat dan pelaksana pengadilan, semula Pengdilan Pradata diselenggarakan di Sitinggil dan dilaksanakan oleh raja, kemudian dialihkan ke serambi masjid agung dan dilaksanakan oleh para penghulu yang dibantu oleh para alim ulama.
Pada perkembangan berikutnya (pada masa akhir pemerintahan Mataram) muncullah 3 macam pengadilan di daerah Periangan, yaitu Pengadilan Agama, Pengadilan Drigama dan Pengadilan Cilaga. Pengadilan Agama mengadili perkara atas dasar hukum Islam, Pengadilan Drigama mengadili perkara berdasarkan hukum jawa kuno yang telah disesuaikan dengan adat setempat, dan Pengadilan Cilaga adalah semacam Pengadilan Wasit khusus mengenai sengketa perniagaan, hal ini berlangsung sampai VOC masuk ke Indonesia.
Masa Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka atas usul Menteri Agama yang disetujui oleh Menteri Kehakiman, Pemerintah menyerahkan Mahkamah Islam Tinggi dari Kementerian Kehakiman kepada Kementerian Agama melalui Penetapan Pemerintah Nomor 5/SD tanggal 26 Maret 1946. Dalam rangka memenuhi UUD 1945, pada tahun 1964 keluarlah Undang-Undang No.19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian digandi dan disempurnakan dengan Unang-Undang No.14 Tahun 1970. Pada pasal 10 Undang-Undang No.14 Tahun 1970 menentukan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh empat lingkungan peradilan, yaitu : Peradilan Umum; Peradilan Agama; Peradilan Militer; dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Masa Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Pada tanggal 2 Januari 1974 telah disahkan dan diundangklan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Adapun peraturan pelaksanaannya diundangklan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengadilan dalam undang-undang ini adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam, dan Pengadilan Umum bagi lainnya.
Pada perkembangan berikutnya sehubungan dengan Peranan Pengadilan Agama dalam periode 1974 sampai dengan 1989 ini adalah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya dan diundangkan lagi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, wewenang Pengadilan Agama semakin luas dan mantap.Masa Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama khususnya lewat pasal 106 Lembaga Peradilan Agama mengalami perubahan-perubahan yang sangat mendasar. Status dan eksistensinya telah pasti, sebab keberadaan Peradilan Agama yang dibentuk sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 keberadaannya diakui dan disyahkan dengan Undang-undang peradilan ini. Dengan demikian Peradilan Agama menjadi mandiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana ciri-cirinya antara lain hukum acara dilaksanakan dengan baik dan benar, tertib dalam melaksanakan administrasi perkara dan putusan dilaksanakan sendiri oleh pengadilan yang memutus perkara tersebut.
-
Kedudukan Peradilan Agama Di Indonesia
-
Peradilan Agama berdasarkan konstitusi negara, mempunyai kedudukan sebagai salah satu pelaksana kekuasan kehakiman bersama dengan peradilan umum,peradilan militer dan peradilan tata usaha negara.
Pasal 24 Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan: “ Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dan dilakukan oleh sebuah mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya meliputi Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”
Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama sebagai Peradilan tingkat pertama,Pengadilan Tinggi Agama sebagai Peradilan tingkat banding dan berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara tertinggi.
-
- Tugas Pokok Dan Fungsi Peradilan Agama
-
Berdasarkan pasal 2 undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang di ubah dan ditambah dengan Undang-undang nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang nomor 50 tahun 2009 menyatakan bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang .
Kemudian dalam pasal 49 disebutkan Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa ,memutus dan menyelesaikan perkara- perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a) perkawinan b)waris c) wasiat d)hibah e) wakaf f) Zakat g) Infaq h) Shodaqoh dan i ) ekonomi syariah yang meliputi : 1. Bank Syariah. 2. Lembaga keuangan mikro syariah. 3. Asuransi Syariah. 4. Reasuransi syariah. 5. Reksa dana syariah. 6. Obligasi syariah. 7. Sekuritas syariah. 8. Pembiayaan syariah. 9. Pegadaian syariah. 10. Dana pensiun lembaga keuangan syariah. 11. Bisnis syariah.
Dalam pasal 52 dikatakan Pengadilan Agama dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasehat tentang hukum Islam kepada Instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta.
Dan pasal 52 A menyatakan bawa Pengadilan Agama memberikan Istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun hijriyah
-
- Pembinaan Peradilan Agama
-
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, pembinaan peradilan Agama berubah-rubah sesuai dengan dinamika politik negara,yakni.
1. Pada masa kolonial Belanda 19 januari 1882 sampai 25 Maret 1946, pembinaan Peradilan Agama dilakukan oleh kementrian kehakiman.
2. Pada masa revolusi 26 Maret 1946 sampai awal orde baru 16 Desember 1970 Pembinaan Peradilan Agama dilakukan oleh Departemen Agama.
3. Pada tanggal 16 Desember 1970 sampai dengan 30 juni 2004, pembinaan dilakukan oleh dua instansi yakni untuk bidang organisatoris, administratif, dan finansial dilakukan oleh Departemen Agama, sedangkan di bidang tehnis yustisial dilakukan oleh Mahkamah Agung.
4. Sejak tanggal 30 juni 2004 sampai sekarang Pembinaan Peradilan Agama baik dibidang tehnis yustisial maupun dibidang organisatoris, administratif dan finansial seluruhnya dilakukan oleh Mahkamah Agung ( Undang-undang no.39 tahun 199 jo UU no,4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang diubah dan ditambah dengan UU no.48 tahun 2009).
-
- Sejarah Singkat
-
Pengadilan Agama Magelang sebelum tahun 1977 bertempat di Masjid Agung Magelang, kemudian setelah tahun 1977 pindah dan berkantor di wilayah Kecamatan Tegalrejo dengan fasilitas sarana dan prasarana dari Departemen Agama Republik Indonesia, hal ini berdasarkan Pasal 11 Ayat (1) UU No.7 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasan Kehakiman Jo Pasal 5 Ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dimana wilayah hukum Pengadilan Agama Magelang pada saat itu sangat luas karena wilayah tersebut mengikuti wilayah kekuasan pemerintahan Kota Magelang dan Kabupaten Magelang.
Namun karena adanya perubahan dan perkembangan pemecahan pemekaran wilayah kekuasaan pemerintahan menjadi dua bagian yaitu pemerintahan kota dan pemerintahan kabupaten, maka saat itu Pengadilan Agama harus menyesuaikan diri dengan memisahkan antara kabupaten dengan kota yang akhirnya pada tahun 1987 terbentuklah Pengadilan Agama Mungkid yang mempunyai wilayah hukum sebagaimana wilayah pemerintah kabupaten dan Pengadilan Agama Kota Magelang yang mempunyai wilayah hukum sama dengan pemerintah Kota Magelang yaitu terdiri dari 3 kecamatan.
Departemen Agama saat itu belum siap melaksanakan amanat pemisahan tersebut, sehinga meskipun wilayah hukum Pengadilan Agama Magelang adalah Kota Magelang, akan tetapi masih berkantor di Kecamatan Tegalrejo yang merupakan wilayah hukum Pengadilan Agama Mungkid dan baru pada 2000 dengan pertimbangan pelayanan kepada masyarakat Kota Magelang, pelayanan Pengadilan Agama Magelang menempati gedung baru.
Selanjutnya pemerintah Kota Magelang menyediakan fasilitas sarana dan prasarana dengan meminjami gedung sebagai kantor untuk kepentingan Pengadilan Agama Kota Magelang, bahkan sempat berpindah sebanyak tiga kali sebelum akhirnya memiliki gedung Pengadilan Agama Magelang sendiri yang pada tanggal 3 Maret 2009 telah diresmikan pemakaiannya. Gedung yang megah dengan luas bangunan 1.000 m2 di atas tanah seluas 3.647 m2 yang terletak di Jl. Sunan Giri, Jurangombo Selatan Kecamatan Magelang Selatan Kota Magelang.
Pada tahun 2004 Pengadilan Agama Magelang resmi melimpah di bawah naungan Mahkamah Agung Republik Indonesia Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 21 tahun 2004 tenteng Pengalihan Organisasi, Administrasi, Dan Finansial Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Peradilan Tata Usaha Negara, Dan Peradilan Agama Ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Berita Acara Serah Terima berikut.
-